BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis
Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel
modern dan ritel tradisional. Ritel modern merupakan pengembangan dari ritel tradisional
yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi,
dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Persaingan sengit dalam industri ritel telah melanda
negara-negara maju sejak abad yang
lalu, khususnya di Amerika Serikat
dan Eropa Barat. Persaingan terjadi terutama antara usaha ritel tradisional dan ritel
modern (supermarket dan hipermarket). Namun,
menjelang dekade akhir milenium lalu
persaingan telah meluas hingga ke negara-negara
berkembang, di mana deregulasi
sektor usaha ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah
berdampak pada pengembangan jaringan
supermarket (Reardon & Hopkins
2006). Reardon et al (2003) menemukan bahwa sejak 2003 pangsa pasar supermarket di
sektor usaha ritel makanan di banyak Negara
berkembang seperti Korea Selatan,
Thailand, Taiwan, Meksiko, Polandia, dan Hongaria
telah mencapai 50%. Di Brazil dan
Argentina, di mana perkembangan supermarket telah
lebih dulu dimulai, pangsa pasarnya
mencapai sekitar 60%. Traill (2006) menggunakan
berbagai asumsi dan memprediksi
bahwa menjelang 2015, pangsa pasar supermarket akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko,
dan Polandia; 67% di Hongaria; dan 76% di
Brazil.
Sejarah ritel modern di Indonesia dimulai dari tahun
1960-an. Pada saat itu muncul Department Store pertama yaitu Sarinah yang
berada di pusat Jakarta. Dalam kurun waktu 15 tahun setelahnya, bisnis retail
di Indonesia dapat dikatakan tidak berkembang cukup pesat atau berkembang dalam
level yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan dengan kebijakan ekonomi Bapak
Soeharto pada awal masa pemerintahan Orde Baru yang lebih banyak membangun
investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & tembakau), disbanding
dengan sector usaha ritel barang dan jasa.
Awal tahun 1990-an menjadi titik awal perkembangan bisnis
ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan
ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan
investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia,
perkembangannya menjadi semakin pesat.
Orang-orang yang tertarik untuk
memulai sebuah toko ritel perlu memastikan bahwa mereka berada dalam posisi untuk
benar-benar membuat toko sukses. Hal ini terutama berlaku di zaman ekonomi
sulit ketika banyak perusahaan yang berjuang untuk tetap bertahan. Ada banyak
hal untuk mempertimbangkan untuk menentukan apakah suatu bisnis
akan dapat melakukannya dengan baik sekarang termasuk lokasi dan jenis usaha
ritel yang Anda tertarik untuk memulai. Namun, pertanyaan yang benar apakah
atau tidak bisnis Anda akan melakukannya dengan baik memiliki kurang untuk
melakukan dengan toko dan banyak lagi dengan Anda. Tanyakan pada diri Anda jika
Anda memiliki lima berikut harus-memiliki kualitas untuk menjalankan sebuah toko ritel yang sukses. Jika Anda
melakukannya, Anda harus dapat membuat pekerjaan bisnis Anda terlepas dari
kesulitan ekonomi yang dihadapi ritel saat ini.
BAB II
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
................................................... 1
BAB II DAFTAR ISI
................................................... 2
BAB III Pembahasan
Pengertian Bisnis Retail .................................................... 3
Pembahasan Bisnis retail Daerah .................................................... 5
Pengaruh Bisnis Retail pada Pendapatan Daerah dan Nasional ........... 6
Pengaruh terhadap konsumen
................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................
11
PEMBAHASAN
Pengertian
Retail
Bisnis
Ritel di Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu Ritel Tradisional dan
Ritel Modern. Namun seiring berjalannya waktu, ritel tradisional banyak
ditinggalkan oleh para konsumen. Sehingga peningkatan bisnis ritel modern di
Indonesia melonjak tajam.
Adapun perbedaan bisnis retail
tradisional dengan bisnis retail modern adalah bisnis retail tradisional adalah bisnis yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta
dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yangdimiliki/dikelola oleh
pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli
barang dagangan melalui tawar menawar.
Seperti pasar tradisional, toko kelontong, dan lain-lain. Sedangkan bisnis retail
modern berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI
No. 112/Th. 2007, adalah:
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
Banyak perbedaan yang dihadirkan bisnis rital tradisional maupun bisnis ritail
modern. Sehingga kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis
retail” terlebih bisnis ritel modern mulai banyak dilirik kalangan pengusaha,
sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan
keuntungannya yang menjanjikan.
Dalam
6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah
tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi
perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan
dengan market tradisional. Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan
nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam
berbelanja.
Munculnya
konsep ritel baru seperti hipermarket, supermarket, dan minimarket, yang
termasuk ke dalam jenis ritel modern (pasar modern) merupakan peluang pasar
baru yang dinilai cukup potensial oleh para pebisnis ritel, namun dilain sisi
dapat mengancam keberadaan pasar tradisional yang belum dapat bersaing dengan
pasar modern terutama dalam hal manajemen usaha dan permodalan. Dari waktu ke
waktu jumlah pasar modern cenderung mengalami pertumbuhan positif sedangkan
pasar tradisional cenderung mengalami pertumbuhan negatif.
Dalam
periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di
Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007,
jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada
tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia.
Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan
penjualan.
Untuk
penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera
dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Bisnis ritel lebih cepat
tumbuh di pinggiran kota, karena banyaknya pemukiman di lokasi tersebut. Daerah
inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.
Berdasarkan
sebaran geografisnya, gerai-gerai Pasar Modern tersebut terkonsentrasi di Pulau
Jawa. Pada 2008, dari sekitar 11.866 gerai Pasar Modern, sekitar 83%
diantaranyaberlokasi di Pulau Jawa (Tabel 4). Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Timur senantiasa menjadi daerah dengan jumlah gerai Pasar Modern
terbanyak. Terkonsentrasinya gerai-gerai Pasar Modern di Pulau Jawa tidak lepas
dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia
memang berada di pulau ini
Menurut
survei Nielsen dalam Hartati (2006), jumlah pusat perdagangan modern di
Indonesia, baik hipermarket, supermarket, minimarket, hingga convenience store,
meningkat hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada
tahun 2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru
berbanding terbalik dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif
sebesar delapan persen per tahunnya selama periode tahun 2003-2005.
Sekalipun
mengalami penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang konsumen sebesar 1,3
persen dari tahun 2010, jumlah toko di Indonesia merupakan terbesar kedua di
dunia setelah India. Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai
2,5 juta took hal ini dikutip dari Nielsen Executive Director Retail
Measurement Services Teguh Yunanto pada tanggal 15/3/2011.
Untuk
penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera
dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Namun, Teguh
menjelaskan, ritel lebih tumbuh di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman
banyak di daerah tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern
jenis minimarket.
Ritel
modern tumbuh 38 persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun
2009. Dari jumlah tersebut, sekitar 16.000 toko merupakan minimarket. Namun
format ritel modern lainnya, seperti supermarket justru turun 6 persen,
sedangkan hypermarket tumbuh 23 persen dengan 154 toko
Meskipun
dinilai memiliki potensi besar seiring daya beli masyarakatnya yang semakin
meningkat, pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia pada 2013 diprediksikan tidak
akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013, pertumbuhan bisnis ini
berkisar antara 8-9 persen, lebih rendah dari 11-12 persen pada 2011-2012.
Menurut
Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di
Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih
sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun
2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama,
yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar
merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan
supermarket
Kota
dan Kabupaten Bogor sebagai kawasan pemukiman penduduk yang merupakan daerah
penyangga Jakarta, menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
pasar modern yang cukup pesat selama periode tahun 1997- 2008. Dengan populasi
penduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor yang pada tahun 2007
jumlah penduduknya mencapai 4.316.216 jiwa, menjadi kawasan yang menjanjikan
dalam perkembangan bisnis ritel. Begitupun dengan Kota Bogor yang pada tahun
2007 jumlah penduduknya mencapai 866.034 jiwa.
Penelitian
ini menganalisis laju pertumbuhan pasar tradisional dan pasar modern di Kota
dan Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah
pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis panel data menggunakan data sekunder berupa jumlah pasar modern
dan tradisional, populasi penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendapatan per
kapita, jumlah jalan diaspal, potensi listrik negara (daya terpasang) di Kota
dan Kabupaten Bogor selama tahun 1997-2008. Hasil analisis menunjukan bahwa
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada
periode tahun 2003-2008, dimana era booming pasar modern mulai berlangsung,
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pasar modern di Kabupaten Bogor.
Jumlah
pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami
pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang
stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut.
Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor
mengalami pertumbuhan yang negatif. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional di
Kabupaten Bogor pada periode tahun 2003-2008 mengalami pertumbuhan yang
positif, dimana jumlah pasar tradisional bertambah sebanyak satu unit pada
periode tersebut. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi
penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Kenaikan pada
populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan
Kabupaten Bogor menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin
meningkat.
Oleh
karena itu, bisnis retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah
maupun nasional. Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis
retail modern dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah
tertentu. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk
di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah
penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan
tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur
negara tersebut.
Meningkatnya
jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun
kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis
retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.
Di
jawa timur, lebih dari 16% hasil dari penjualan pada bisnis retail disumbangkan
untuk pendapatan nasional. Padahal Jwa Timur bukan kota besar dan jumlah bisnis
retail di sana tidaklah begitu banyak. Bayangkan berapa banyak hasil yang
dihasilkan oleh kota besar seperti Jakarta untuk disumbangkan ke dalam
pendapatan nasional. Bahkan sekarang banyak bisnis retail asing yang menanam
saham di Indonesia. Maraknya bisnis retail ini di Indonesia dapat membantu
pertumbuhan ekonomi di daerah maupun nasional.
Bisnis
retail pun sangat signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar
komoditi, dan sector swasta. Namun sekarng ini lebih banyak ditemukan bisnis
dalam pasar rumah tangga. Dilihat dari berbagai macam hypermarket hingga
supermarket yang terus bersaing dalam pasar.
Indonesia
dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan pasar potensial bagi bisnis
ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis ritel modern dengan format
hypermarket, supermarket dan minimarket menjamur, menyusul maraknya pembangunan
mall atau pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti
hypermarket dan department store menjadi anchor tenant yang dapat menarik minat
pengunjung. Bahkan kini bisnis ritel mulai merambah ke kota-kota kabupaten
terutama jenis supermarket dan minimarket. Saat ini bisnis ritel tumbuh pesat
di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut.
Dengan
dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana Keputusan Presiden
No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi
Penanaman Modal Asing (PMA), maka sejak itu ritel asing mulai marak masuk ke
Indonesia. Masuknya ritel asing dalam bisnis ini, menunjukkan bisnis ini
sangat menguntungkan. Namun di sisi lain, masuknya hypermarket asing yang
semakin ekspansif memperluas jaringan gerainya, dapat menjadi ancaman bagi
peritel lokal. Peritel asing tidak hanya membuka gerai di Jakarta saja,
misalnya Carrefour dalam lima tahun belakangan sudah merambah ke luar Jakarta
termasuk ke Yogyakarta, Surabaya, Palembang dan Makassar. Namun saat ini di
wilayah DKI pemberian izin minimarket diperketat karena sudah terlalu
banyak.
Keadaan
ini mendorong peritel lokal yang sudah lebih dulu menguasai pasar, misalnya
Matahari Group yang sebelumnya kuat pada bisnis department store, mengembangkan
usahanya memasuki bisnis hypermarket. Demikian juga Hero yang sebelumnya kuat
dalam bisnis supermarket, akhirnya ikut bersaing dalam bisnis hypermarket.
Bahkan Hero mengubah sejumlah gerai supermarketnya menjadi format hypermarket.
Hingga
saat ini, pangsa pasar modern mencapai 30%, sedangkan pasar tradisional
menguasai sekitar 70%. Hal ini menunjukkan peluang bisnis ritel (pasar modern)
cukup menjanjikan, setiap tahun selalu muncul dan berdiri gerai baru ritel di
kota-kota besar. Saat ini pengusah ritel mulai melebarkan sayap diluar pulau
Jawa seperti Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku. Sementara itu,
peritel besar seperti Carrefour dan Giant memiliki pasar ritel lebih luas
dibandingkan competitor lain, sebab selain bermain di segmen hypermarket, kedua
peritel ini juga bersaing di segmen supermarket.
Dalam
kamus Bahasa Inggris - Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai
"Eceran"
Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan
Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan
Pengertian
Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah
hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994)
Klasifikasi Retail
Menurut
Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara,
sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan
barang berdasarkan sbb :
-
Retail Kecil
Bisnis
Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500
pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh
penjualan dan manajemen.
Biasanya
kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara
individu (Individual Proprietorship)
- Retail Besar
Pada
saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut
meliputi :
Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online )
Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online )
Departemen Store merupakan salah satu dari retailer besar dimana menawarkan berbagai macam jenis produk / barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
Produk
yang ditawarkan bisa meliputi :
- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )
- Perlengkapan Remaja ( Youth World )
- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)
- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )
- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)
- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)
- Perlengkapan Kosmetik
- Dan sebagainya
Pembagian Wilayah Di awal sudah saya jelaskan mengenai produk yang di tawarkan
Produk yang ditawarkan bisa meliputi :
- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )
- Perlengkapan Remaja ( Youth World )
- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)
- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )
- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)
- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)
- Perlengkapan Kosmetik
- Dan sebagainya
Waralaba Alfamart
Waralaba
Alfamart adalah usaha minimarket yang dimiliki dan dioperasikan berdasarkan
kesepakatan waralaba dari PT. SumberAlfariaTrijaya Tbk, selaku pemegang merek
Alfamart. Dengan motto “Belanja Puas, Harga Pas” model bisnis Alfamart adalah
menjual berbagai kebutuhan sehari- hari dengan harga terjangkau dan berlokasi
di sekitar wilayah perumahan.
Peluang Bisnis Mini Market
- Pergeseran pola belanja masyarakat (survey Nielsen research: Minimarket lebih diminati).
- Kebutuhan sarana belanja yang dekat tempat tinggal.
- Harga jual produk bersaing.
- Mini Market sebagai sarana rekreasi keluarga.
- Kondisi Lalu lintas.
Kunci Sukses Bisnis Usaha Mini Market
- Lokasi yang strategis.
- Merk toko yang dikenal masyarakat luas.
- Personal toko yang tangguh.
- Pelayanan yang baik.
- Pilihan produk yang tepat dan berkualitas.
- Harga yang pas.
- Display yang menarik.
- Promosi yang berkesinambungan.
PENDAPATAN ALFAMART DAERAH
JAKARTA DAN NASIONAL
PT Sumber Alfaria Trijaya
Tbk (AMRT) mencatat peningkatan kinerja dengan membukukan laba bersih
sebesar Rp 481 miliar di tahun 2012. Pencapaian ini lebih besar 33,3 persen
atau Rp 120 miliar dibanding periode yang sama tahun 2011.
Peningkatan
kinerja ini didorong oleh peningkatan pendapatan bersih yang naik sebesar
sebesar 28,2 persen dibanding tahun sebelumnya yakni dari Rp 18,2 triliun di
tahun 2011 menjadi 23,4 triliun di tahun 2012. Selain itu,
pencapaian-pencapaian tersebut juga ditopang oleh ekspansi usaha Perseroan
serta efisiensi yang secara konsisten dilaksanakan sehingga tingkat marjin
dapat terus dipertahankan.
Apalagi,
sepanjang tahun 2012, Perseroan terus berekspansi dengan membuka 1.266 toko
baru dengan 377 toko diantaranya adalah waralaba. Untuk memperluas pangsa pasar
dan menambah kapasitas pelayanannya, selama tahun 2012 Perseroan juga telah
menambah 3 pusat distribusi baru yaitu di Medan (Sumatera Utara), Jember (Jawa
Timur) dan Bogor (Jawa Barat).
Tentunya,
katanya, ekspansi yang telah dilakukan tersebut berimbas pada peningkatan
jumlah aset Perseroan yang meningkat dari Rp 5 triliun di tahun 2011 menjadi Rp
7,5 triliun di akhir tahun 2012 atau naik sebesar 49,6 persen.
Dalam
sisi tanggung jawab sosial perusahaan, dengan mengusung tema “Alfamart for All”
pada tahun 2010, melalui salah satu programnya yaitu Alfamart SMEs, sampai
dengan tahun 2012 perseroan telah berhasil membina lebih dari 118.000 pedagang
dengan basis UMKM, memperbaiki 71 warung tradisional melalui bedah warung,
merevitalisasi 205 kios peritel UMKM serta menyelenggarakan pelatihan tata
kelola warung untuk lebih dari 2.000 pedagang kecil.
Selain
itu Perseroan juga secara tanggap dan aktif berusaha ikut terlibat dalam setiap
usaha pemberian bantuan penanggulangan bencana alam, memberikan bantuan ke
yayasan-yayasan sosial, membantu Palang Merah Indonesia melalui Aksi Donor
Darah dengan melibatkan karyawan dan pelanggan. (Srihandriatmo Malau)
Kinerja Usaha
Hingga akhir
2009, Alfamart berharap bisa meningkatkan pendapatan tersebut menjadi Rp 10
triliun. Sementara sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, Alfamart sukses
menggenjot peningkatan angka penjualan bersihnya mencapai Rp 7,588 triliun dari
semula Rp 6,075 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Alhasil,
meskipun beban pokok penjualan perseroan mengalami peningkatan tipis menjadi Rp
6,434 triliun dari semula Rp 5,153 triliun, perusahaan ritel ini masih mampu
mengalami pertumbuhan laba kotor menjadi Rp 1,154 triliun dari Rp 921,802
miliar. Demikian juga dengan laba usaha yang meningkat menjadi Rp 128,716
miliar dari semula hanya Rp 106,667 miliar.
Catatan serupa
juga dibukukan laba sebelum pajak penghasilan badan yang menanjak jadi Rp
132,509 miliar dari Rp 110,070 miliar. Sayangnya meningkatnya beban pajak
membuat laba bersih Alfamart harus terpangkas sedikit menjadi Rp 111,971 miliar
dari Rp 111,745 miliar dan laba bersih per saham dasar menjadi Rp 32,80 dari Rp
36,18.
Sementara itu,
selama enam bulan pertama 2009, Alfamart mencatatkan pendapatan Rp4,5 triliun
atau naik dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,6 triliun.
Penjualan tersebut meningkat sekitar 25,5%.
Namun di sisi
lain, Alfamart mengalami penurunan laba bersih sekitar 44,5% menjadi Rp 24,39
milliar selama selama semester pertama 2009, padahal pada periode yang sama
2008, laba perseroan membukukan Rp 44 milliar. Sementara itu,beban pokok
penjualan juga naik menjadi Rp 3,83 triliun dari periode sama 2008 sebesar Rp
3,06 triliun. Akibatnya, laba kotor terbukukan Rp 688,8 milliar dari sebelumnya
Rp 544,8 milliar.
Di sisi lain,
beban usaha perseroan juga membengkak menjadi Rp 655,6 milliar dari sebelumnya
Rp497,9 milliar. Kondisi itu membuat laba usaha perusahaan turun menjadi Rp
33,12 milliar dari sebelumnya Rp 46,93 milliar. Sedangkan laba bersih per saham
turun dari Rp 14,25 menjadi Rp 7,16 per saham.
Tahun ini
sejumlah penghargaan juga diraih Alfamart, seperti Top Brand Award dan
Indonesia Best Brand Award 2009, yang mencerminkan pencapaian kinerja perseroan
yang terus membaik. Selain itu, prestasi Alfamart juga dapat dilihat dari
jumlah gerai Alfamart yang terus berkembang pesat. Sebagai gambaran, per 31
Desember 2008, Alfamart memiliki 2.157 gerai minimarket dan 622
minimarket Alfamart dalam bentuk waralaba. Angka ini terus berkembang dengan
jumlah gerai per Mei 2009 mencapai 3.000 buah dengan gerai berbentuk waralaba
sebanyak 711 buah yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.
Lapangan Kerja
Dengan ribuan
gerai dan memperkerjakan puluhan ribu pegawai, toh Alfamart tidak lekas puas,
bahkan kian agresif mengepakkan sayap. Dalam agenda bisnisnya, ke depan
Alfamart akan fokus mengembangkan gerai ke luar jawa, seperti Sumatera dan
Sulawesi. Dalam melakukan ekspansi Alfamart nampaknya bakal memilih menggenjot
bisnis waralabanya. Ini tak lepas dari keinginan sang pendiri, Djoko Susanto,
yang berharap Alfamart tak hanya menjadi milik pribadi atau keluarga, tapi juga
dimiliki masyarakat luas.
Terkait ekspansi
pelebaran gerai, Alfamart menargetkan bisa membuka hingga 500 gerai per tahun.
Itu artinya, Alfamart sabat tahun membuka lapangan kerja bagi sekitar 6 ribu
orang/tahun atau 500 orang/bulan. Asumsinya rata-rata satu toko terdiri
membutuhkan setidaknya 10-12 karyawan. Rinciannya, seorang kepala toko, satu
asisten kepala toko, seorang merchandiser, 3-4 kasir, 4-5 pramuniaga. Sebagai
informasi saja, di organisasi toko Alfamart jabatan terendah adalah kasir, lalu
naik ke pramuniaga, berikutnya merchandiser, kemudian asisten kepala toko, dan
tertinggi kepala toko.
Namun sejatinya,
Alfamartnya tak sekedar menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lebih dari
itu, melalui Divisi SDM Alfamart membekali ketrampilan hidup (skill of life) bagi
para pekerjanya. Sebab, ilmu yang diberikan lewat berbagai pelatihan internal
Alfamart, sewaktu-waktu dapat mereka pakai jika tak lagi bekerja di lingkungan
raksasa ritel tersebut.
Memang berbeda
dari bisnis supermarket atau hypermarket, di ritel minimarket ini seorang
karyawan garis depan dibentuk tak hanya menjadi penjaga toko, tetapi juga
dituntut untuk menjadi wirausaha yang ikut merasa memiliki gerai tersebut. Jadi
wajar saja jika program pelatihan karyawan menjadi salah satu yang paling
mendapat perhatikan.
Ini juga yang
membuat level pelatihan di Alfamart pun terhitung lengkap dan mencakup semua
bagian, baik dari tingkat basic, intermediate hingga advance. Bahkan
dibandingkan perusahaan mana pun, boleh jadi Alfamart tergolong perusahaan yang
paling getol menyelenggarakan training. Bayangkan saja, seorang pramuniaga
dalam setahun minimal mengikuti tiga kali pelatihan.
Adapun bentuk
pelatihannya bermacam-macam. Untuk tahap dasar karyawan Alfamart mendapat
training bagaimana cara pengoperasian komputer, keterampilan menata barang,
hingga kemampuan melayani para pembeli. Di tahap selanjutnya karyawan mendapat
kesempatan melalap materi pelatihan penataan barang sampai kepemimpinan.
Di samping itu,
saban tahun Alfamart menggelar Operation National Training bagi sekitar 500
koordinator area di seluruh Indonesia. Untuk diketahui saja, satu koordinator
area membawahkan 8-10 gerai. Materi Operation National Training adalah
pelatihan dasar tentang bagaimana memimpin, mengarahkan, mengontrol dan
mengawasi anak buah. Tak hanya itu, nyaris seluruh koordinator area juga diberi
kesempatan mengikuti studi banding ke luar negeri. Tujuannya, melihat bagaimana
sistem pengoperasian minimarket di luar negeri, misalnya di Thailand dan
Jepang.
Biasanya
karyawan yang ikut studi banding akan diminta mencari lima hal yang paling baik
dalam pengelolaan toko di negara bersangkutan. Misalnya, di mancanegara,
ternyata ada seorang karyawan bisa menangani semua tugas. Contohnya, sebuah
mobil dinas hanya dibawa seorang karyawan yang merangkap untuk mengangkat atau
menurunkan barang. Diharapkan setelah studi banding, mata para koordinator area
menjadi lebih terbuka yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas
Alfamart.
Sumber : Bursa Efek Indonesia
PENGARUH
TERHADAP KONSUMEN
Untuk
menciptakan kepuasan pelanggan suatu perusahaan harus dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen yang dianggap paling
penting yang disebut “The Big Eight factors“
yang secara umum dibagi
menjadi tiga kategori sebagai berikut (Hannah and Karp, 1991).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan produk
antara lain sebagai berikut.
(a) Kualitas
produk.
Tujuan
Perusahaan
Produk
Nilai Produk
Bagi
Pelanggan
Tingkat
Kepuasan Pelanggan
Tujuan
Perusahaan
Keinginan
dan
Kebutuhan
Pelanggan32
Kualitas
produk yaitu merupakan mutu dari semua komponenkomponen yang membentuk produk.
Sehingga produk tersebut
mempunyai
nilai tambah.
(b) Hubungan
antara nilai dengan harga.
Hubungan
antara nilai dengan harga merupakan
hubungan
antara harga
dan nilai produk yang ditentukan oleh
perbedaan
antara nilai
yang diterima oleh pelanggan dengan harga yang
dibayar oleh
pelanggan terhadap suatu produk yang dihasilkan
oleh badan
usaha.
(c) Bentuk
produk.
Bentuk
produk merupakan komponen-komponen fisik dari suatu
produk yang
menghasilkan suatu manfaat.
(d)
Keandalan.
Keandalan
merupakan kemampuan dari suatu perusahaan untuk
menghasilkan
produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh
perusahaan
DAFTAR
PUSTAKA
·
September 2013
Pengaruh Perkembangan Ritel Modern
terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil
|
PI: Dr. Ir. Myra P. Gunawan, MT
|
·
11-09-2008
·
Potret Bisnis Ritail di Indonesia by
Marina L Pandin
·
Thursday, October 22, 2009
·
·
Retno arieswanti hapsarini
·
·