Rabu, 19 Maret 2014

BISNIS RITEL (SOFTSKILL)



BAB I
PENDAHULUAN 
A.   Latar Belakang

Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern merupakan pengembangan dari ritel tradisional yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).

Persaingan sengit dalam industri ritel telah melanda negara-negara maju sejak abad yang lalu, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Persaingan terjadi terutama antara usaha ritel tradisional dan ritel modern (supermarket dan hipermarket). Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon & Hopkins 2006). Reardon et al (2003) menemukan bahwa sejak 2003 pangsa pasar supermarket di sektor usaha ritel makanan di banyak Negara berkembang seperti Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Meksiko, Polandia, dan Hongaria telah mencapai 50%. Di Brazil dan Argentina, di mana perkembangan supermarket telah lebih dulu dimulai, pangsa pasarnya mencapai sekitar 60%. Traill (2006) menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang 2015, pangsa pasar supermarket akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko, dan Polandia; 67% di Hongaria; dan 76% di Brazil.

Sejarah ritel modern di Indonesia dimulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu muncul Department Store pertama yaitu Sarinah yang berada di pusat Jakarta. Dalam kurun waktu 15 tahun setelahnya, bisnis retail di Indonesia dapat dikatakan tidak berkembang cukup pesat atau berkembang dalam level yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan dengan kebijakan ekonomi Bapak Soeharto pada awal masa pemerintahan Orde Baru yang lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & tembakau), disbanding dengan sector usaha ritel barang dan jasa.

Awal tahun 1990-an menjadi titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.

Orang-orang yang tertarik untuk memulai sebuah toko ritel perlu memastikan bahwa mereka berada dalam posisi untuk benar-benar membuat toko sukses. Hal ini terutama berlaku di zaman ekonomi sulit ketika banyak perusahaan yang berjuang untuk tetap bertahan. Ada banyak hal untuk mempertimbangkan untuk menentukan apakah suatu bisnis akan dapat melakukannya dengan baik sekarang termasuk lokasi dan jenis usaha ritel yang Anda tertarik untuk memulai. Namun, pertanyaan yang benar apakah atau tidak bisnis Anda akan melakukannya dengan baik memiliki kurang untuk melakukan dengan toko dan banyak lagi dengan Anda. Tanyakan pada diri Anda jika Anda memiliki lima berikut harus-memiliki kualitas untuk menjalankan sebuah toko ritel yang sukses. Jika Anda melakukannya, Anda harus dapat membuat pekerjaan bisnis Anda terlepas dari kesulitan ekonomi yang dihadapi ritel saat ini.


BAB II
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang                                    ................................................... 1

BAB II  DAFTAR ISI                                   ................................................... 2

BAB III Pembahasan

Pengertian Bisnis Retail                      ....................................................  3
Pembahasan Bisnis retail Daerah        ....................................................  5
Pengaruh Bisnis Retail pada Pendapatan Daerah dan Nasional ........... 6
Pengaruh terhadap konsumen             ...................................................  8

DAFTAR PUSTAKA                                    .................................................... 11









 PEMBAHASAN





Pengertian Retail

Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen.
Bisnis Ritel di Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Namun seiring berjalannya waktu, ritel tradisional banyak ditinggalkan oleh para konsumen. Sehingga peningkatan bisnis ritel modern di Indonesia melonjak tajam.
Adapun perbedaan bisnis retail tradisional dengan bisnis retail modern adalah bisnis retail tradisional adalah bisnis yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yangdimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Seperti pasar tradisional, toko kelontong, dan lain-lain. Sedangkan bisnis retail modern berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, adalah:

      1.      Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta

2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar

3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
            Banyak perbedaan yang dihadirkan bisnis rital tradisional maupun bisnis ritail modern. Sehingga kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” terlebih bisnis ritel modern mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan.

Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional. Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.

Munculnya konsep ritel baru seperti hipermarket, supermarket, dan minimarket, yang termasuk ke dalam jenis ritel modern (pasar modern) merupakan peluang pasar baru yang dinilai cukup potensial oleh para pebisnis ritel, namun dilain sisi dapat mengancam keberadaan pasar tradisional yang belum dapat bersaing dengan pasar modern terutama dalam hal manajemen usaha dan permodalan. Dari waktu ke waktu jumlah pasar modern cenderung mengalami pertumbuhan positif sedangkan pasar tradisional cenderung mengalami pertumbuhan negatif.


Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan.

Untuk penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Bisnis ritel lebih cepat tumbuh di pinggiran kota, karena banyaknya pemukiman di lokasi tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.

Berdasarkan sebaran geografisnya, gerai-gerai Pasar Modern tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada 2008, dari sekitar 11.866 gerai Pasar Modern, sekitar 83% diantaranyaberlokasi di Pulau Jawa (Tabel 4). Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur senantiasa menjadi daerah dengan jumlah gerai Pasar Modern terbanyak. Terkonsentrasinya gerai-gerai Pasar Modern di Pulau Jawa tidak lepas dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia memang berada di pulau ini

Menurut survei Nielsen dalam Hartati (2006), jumlah pusat perdagangan modern di Indonesia, baik hipermarket, supermarket, minimarket, hingga convenience store, meningkat hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada tahun 2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar delapan persen per tahunnya selama periode tahun 2003-2005.
Sekalipun mengalami penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang konsumen sebesar 1,3 persen dari tahun 2010, jumlah toko di Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia setelah India. Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai 2,5 juta took hal ini dikutip dari Nielsen Executive Director Retail Measurement Services Teguh Yunanto pada tanggal 15/3/2011.

Untuk penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Namun, Teguh menjelaskan, ritel lebih tumbuh di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.
Ritel modern tumbuh 38 persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun 2009. Dari jumlah tersebut, sekitar 16.000 toko merupakan minimarket. Namun format ritel modern lainnya, seperti supermarket justru turun 6 persen, sedangkan hypermarket tumbuh 23 persen dengan 154 toko
Meskipun dinilai memiliki potensi besar seiring daya beli masyarakatnya yang semakin meningkat, pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia pada 2013 diprediksikan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013, pertumbuhan bisnis ini berkisar antara 8-9 persen, lebih rendah dari 11-12 persen pada 2011-2012.
Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket
Kota dan Kabupaten Bogor sebagai kawasan pemukiman penduduk yang merupakan daerah penyangga Jakarta, menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan pasar modern yang cukup pesat selama periode tahun 1997- 2008. Dengan populasi penduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor yang pada tahun 2007 jumlah penduduknya mencapai 4.316.216 jiwa, menjadi kawasan yang menjanjikan dalam perkembangan bisnis ritel. Begitupun dengan Kota Bogor yang pada tahun 2007 jumlah penduduknya mencapai 866.034 jiwa.
Penelitian ini menganalisis laju pertumbuhan pasar tradisional dan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis panel data menggunakan data sekunder berupa jumlah pasar modern dan tradisional, populasi penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendapatan per kapita, jumlah jalan diaspal, potensi listrik negara (daya terpasang) di Kota dan Kabupaten Bogor selama tahun 1997-2008. Hasil analisis menunjukan bahwa pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada periode tahun 2003-2008, dimana era booming pasar modern mulai berlangsung, pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor.
Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional di Kabupaten Bogor pada periode tahun 2003-2008 mengalami pertumbuhan yang positif, dimana jumlah pasar tradisional bertambah sebanyak satu unit pada periode tersebut. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Kenaikan pada populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan Kabupaten Bogor menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin meningkat.
Oleh karena itu, bisnis retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis retail modern dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah tertentu. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Meningkatnya jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.

Di jawa timur, lebih dari 16% hasil dari penjualan pada bisnis retail disumbangkan untuk pendapatan nasional. Padahal Jwa Timur bukan kota besar dan jumlah bisnis retail di sana tidaklah begitu banyak. Bayangkan berapa banyak hasil yang dihasilkan oleh kota besar seperti Jakarta untuk disumbangkan ke dalam pendapatan nasional. Bahkan sekarang banyak bisnis retail asing yang menanam saham di Indonesia. Maraknya bisnis retail ini di Indonesia dapat membantu pertumbuhan ekonomi di daerah maupun nasional.
Bisnis retail pun sangat signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector swasta. Namun sekarng ini lebih banyak ditemukan bisnis dalam pasar rumah tangga. Dilihat dari berbagai macam hypermarket hingga supermarket yang terus bersaing dalam pasar.
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis ritel modern dengan format hypermarket, supermarket dan minimarket menjamur, menyusul maraknya pembangunan mall atau pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti hypermarket dan department store menjadi anchor tenant yang dapat menarik minat pengunjung. Bahkan kini bisnis ritel mulai merambah ke kota-kota kabupaten terutama jenis supermarket dan minimarket. Saat ini bisnis ritel tumbuh pesat di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut. 

Dengan dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana Keputusan Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA), maka sejak itu ritel asing mulai marak masuk ke Indonesia.  Masuknya ritel asing dalam bisnis ini, menunjukkan bisnis ini sangat menguntungkan. Namun di sisi lain, masuknya hypermarket asing yang semakin ekspansif memperluas jaringan gerainya, dapat menjadi ancaman bagi peritel lokal. Peritel asing tidak hanya membuka gerai di Jakarta saja, misalnya Carrefour dalam lima tahun belakangan sudah merambah ke luar Jakarta termasuk ke Yogyakarta, Surabaya, Palembang dan Makassar. Namun saat ini di wilayah DKI pemberian izin minimarket diperketat karena sudah terlalu banyak. 

Keadaan ini mendorong peritel lokal yang sudah lebih dulu menguasai pasar, misalnya Matahari Group yang sebelumnya kuat pada bisnis department store, mengembangkan usahanya memasuki bisnis hypermarket. Demikian juga Hero yang sebelumnya kuat dalam bisnis supermarket, akhirnya ikut bersaing dalam bisnis hypermarket. Bahkan Hero mengubah sejumlah gerai supermarketnya menjadi format hypermarket. 

Hingga saat ini, pangsa pasar modern mencapai 30%, sedangkan pasar tradisional menguasai sekitar 70%. Hal ini menunjukkan peluang bisnis ritel (pasar modern) cukup menjanjikan, setiap tahun selalu muncul dan berdiri gerai baru ritel di kota-kota besar. Saat ini pengusah ritel mulai melebarkan sayap diluar pulau Jawa seperti Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku.  Sementara itu, peritel besar seperti Carrefour dan Giant memiliki pasar ritel lebih luas dibandingkan competitor lain, sebab selain bermain di segmen hypermarket, kedua peritel ini juga bersaing di segmen supermarket. 

Dalam kamus Bahasa Inggris - Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai "Eceran"
Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan
Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994)

Klasifikasi Retail
Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :

- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship)

- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi :
Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online )

Departemen Store merupakan salah satu dari retailer besar dimana menawarkan berbagai macam jenis produk / barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
Produk yang ditawarkan bisa meliputi :

- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )

- Perlengkapan Remaja ( Youth World )

- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)

- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )

- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)

- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)
 
- Perlengkapan Kosmetik

- Dan sebagainya

Pembagian Wilayah Di awal sudah saya jelaskan mengenai produk yang di tawarkan

Produk yang ditawarkan bisa meliputi :

- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )

- Perlengkapan Remaja ( Youth World )
 
- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)

- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )

- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)

- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)

- Perlengkapan Kosmetik

- Dan sebagainya


Retail yang akan dibahas adalah:
Waralaba Alfamart
Waralaba Alfamart adalah usaha minimarket yang dimiliki dan dioperasikan berdasarkan kesepakatan waralaba dari PT. SumberAlfariaTrijaya Tbk, selaku pemegang merek Alfamart. Dengan motto “Belanja Puas, Harga Pas” model bisnis Alfamart adalah menjual berbagai kebutuhan sehari- hari dengan harga terjangkau dan berlokasi di sekitar wilayah perumahan.
Peluang Bisnis Mini Market
  • Pergeseran pola belanja masyarakat (survey Nielsen research: Minimarket lebih diminati).
  • Kebutuhan sarana belanja yang dekat tempat tinggal.
  • Harga jual produk bersaing.
  • Mini Market sebagai sarana rekreasi keluarga.
  • Kondisi Lalu lintas.
Kunci Sukses Bisnis Usaha Mini Market
  • Lokasi yang strategis.
  • Merk toko yang dikenal masyarakat luas.
  • Personal toko yang tangguh.
  • Pelayanan yang baik.
  • Pilihan produk yang tepat dan berkualitas.
  • Harga yang pas.
  • Display yang menarik.
  • Promosi yang berkesinambungan.


PENDAPATAN ALFAMART DAERAH JAKARTA DAN NASIONAL
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk  (AMRT) mencatat peningkatan kinerja dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 481 miliar di tahun 2012. Pencapaian ini lebih besar 33,3 persen atau Rp 120 miliar dibanding periode yang sama tahun 2011.
Peningkatan kinerja ini didorong oleh peningkatan pendapatan bersih yang naik sebesar sebesar 28,2 persen dibanding tahun sebelumnya yakni dari Rp 18,2 triliun di tahun 2011 menjadi 23,4 triliun di tahun 2012. Selain itu, pencapaian-pencapaian tersebut juga ditopang oleh ekspansi usaha Perseroan serta efisiensi yang secara konsisten dilaksanakan sehingga tingkat marjin dapat terus dipertahankan.
Apalagi, sepanjang tahun 2012, Perseroan terus berekspansi dengan membuka 1.266 toko baru dengan 377 toko diantaranya adalah waralaba. Untuk memperluas pangsa pasar dan menambah kapasitas pelayanannya, selama tahun 2012 Perseroan juga telah menambah 3 pusat distribusi baru yaitu di Medan (Sumatera Utara), Jember (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat).
Tentunya, katanya, ekspansi yang telah dilakukan tersebut berimbas pada peningkatan jumlah aset Perseroan yang meningkat dari Rp 5 triliun di tahun 2011 menjadi Rp 7,5 triliun di akhir tahun 2012 atau naik sebesar 49,6 persen.
Dalam sisi tanggung jawab sosial perusahaan, dengan mengusung tema “Alfamart for All” pada tahun 2010, melalui salah satu programnya yaitu Alfamart SMEs, sampai dengan tahun 2012 perseroan telah berhasil membina lebih dari 118.000 pedagang dengan basis UMKM, memperbaiki 71 warung tradisional melalui bedah warung, merevitalisasi 205 kios peritel UMKM serta menyelenggarakan pelatihan tata kelola warung untuk lebih dari 2.000 pedagang kecil.
Selain itu Perseroan juga secara tanggap dan aktif berusaha ikut terlibat dalam setiap usaha pemberian bantuan penanggulangan bencana alam, memberikan bantuan ke yayasan-yayasan sosial, membantu Palang Merah Indonesia melalui Aksi Donor Darah dengan melibatkan karyawan dan pelanggan. (Srihandriatmo Malau)

Kinerja Usaha

Hingga akhir 2009, Alfamart berharap bisa meningkatkan pendapatan tersebut menjadi Rp 10 triliun. Sementara sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, Alfamart sukses menggenjot peningkatan angka penjualan bersihnya mencapai Rp 7,588 triliun dari semula Rp 6,075 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Alhasil, meskipun beban pokok penjualan perseroan mengalami peningkatan tipis menjadi Rp 6,434 triliun dari semula Rp 5,153 triliun, perusahaan ritel ini masih mampu mengalami pertumbuhan laba kotor menjadi Rp 1,154 triliun dari Rp 921,802 miliar. Demikian juga dengan laba usaha yang meningkat menjadi Rp 128,716 miliar dari semula hanya Rp 106,667 miliar.

Catatan serupa juga dibukukan laba sebelum pajak penghasilan badan yang menanjak jadi Rp 132,509 miliar dari Rp 110,070 miliar. Sayangnya meningkatnya beban pajak membuat laba bersih Alfamart harus terpangkas sedikit menjadi Rp 111,971 miliar dari Rp 111,745 miliar dan laba bersih per saham dasar menjadi Rp 32,80 dari Rp 36,18.

Sementara itu, selama enam bulan pertama 2009, Alfamart mencatatkan pendapatan Rp4,5 triliun atau naik dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,6 triliun. Penjualan tersebut meningkat sekitar 25,5%.

Namun di sisi lain, Alfamart mengalami penurunan laba bersih sekitar 44,5% menjadi Rp 24,39 milliar selama selama semester pertama 2009, padahal pada periode yang sama 2008, laba perseroan membukukan Rp 44 milliar. Sementara itu,beban pokok penjualan juga naik menjadi Rp 3,83 triliun dari periode sama 2008 sebesar Rp 3,06 triliun. Akibatnya, laba kotor terbukukan Rp 688,8 milliar dari sebelumnya Rp 544,8 milliar.
Di sisi lain, beban usaha perseroan juga membengkak menjadi Rp 655,6 milliar dari sebelumnya Rp497,9 milliar. Kondisi itu membuat laba usaha perusahaan turun menjadi Rp 33,12 milliar dari sebelumnya Rp 46,93 milliar. Sedangkan laba bersih per saham turun dari Rp 14,25 menjadi Rp 7,16 per saham.  

Tahun ini sejumlah penghargaan juga diraih Alfamart, seperti Top Brand Award dan Indonesia Best Brand Award 2009, yang mencerminkan pencapaian kinerja perseroan yang terus membaik. Selain itu, prestasi Alfamart juga dapat dilihat dari jumlah gerai Alfamart yang terus berkembang pesat. Sebagai gambaran, per 31 Desember 2008, Alfamart memiliki 2.157 gerai minimarket  dan 622 minimarket Alfamart dalam bentuk waralaba. Angka ini terus berkembang dengan jumlah gerai per Mei 2009 mencapai 3.000 buah dengan gerai berbentuk waralaba sebanyak 711 buah yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.

Lapangan Kerja
Dengan ribuan gerai dan memperkerjakan puluhan ribu pegawai, toh Alfamart tidak lekas puas, bahkan kian agresif mengepakkan sayap. Dalam agenda bisnisnya, ke depan Alfamart akan fokus mengembangkan gerai ke luar jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Dalam melakukan ekspansi Alfamart nampaknya bakal memilih menggenjot bisnis waralabanya. Ini tak lepas dari keinginan sang pendiri, Djoko Susanto, yang berharap Alfamart tak hanya menjadi milik pribadi atau keluarga, tapi juga dimiliki masyarakat luas.
Terkait ekspansi pelebaran gerai, Alfamart menargetkan bisa membuka hingga 500 gerai per tahun. Itu artinya, Alfamart sabat tahun membuka lapangan kerja bagi sekitar 6 ribu orang/tahun atau 500 orang/bulan. Asumsinya rata-rata satu toko terdiri membutuhkan setidaknya 10-12 karyawan. Rinciannya, seorang kepala toko, satu asisten kepala toko, seorang merchandiser, 3-4 kasir, 4-5 pramuniaga. Sebagai informasi saja, di organisasi toko Alfamart jabatan terendah adalah kasir, lalu naik ke pramuniaga, berikutnya merchandiser, kemudian asisten kepala toko, dan tertinggi kepala toko.
Namun sejatinya, Alfamartnya tak sekedar menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lebih dari itu, melalui Divisi SDM Alfamart membekali ketrampilan hidup (skill of life) bagi para pekerjanya. Sebab, ilmu yang diberikan lewat berbagai pelatihan internal Alfamart, sewaktu-waktu dapat mereka pakai jika tak lagi bekerja di lingkungan raksasa ritel tersebut.
Memang berbeda dari bisnis supermarket atau hypermarket, di ritel minimarket ini seorang karyawan garis depan dibentuk tak hanya menjadi penjaga toko, tetapi juga dituntut untuk menjadi wirausaha yang ikut merasa memiliki gerai tersebut. Jadi wajar saja jika program pelatihan karyawan menjadi salah satu  yang paling mendapat perhatikan.
Ini juga yang membuat level pelatihan di Alfamart pun terhitung lengkap dan mencakup semua bagian, baik dari tingkat basic, intermediate hingga advance. Bahkan dibandingkan perusahaan mana pun, boleh jadi Alfamart tergolong perusahaan yang paling getol menyelenggarakan training. Bayangkan saja, seorang pramuniaga dalam setahun minimal mengikuti tiga kali pelatihan.
Adapun bentuk pelatihannya bermacam-macam. Untuk tahap dasar karyawan Alfamart mendapat training bagaimana cara pengoperasian komputer, keterampilan menata barang, hingga kemampuan melayani para pembeli. Di tahap selanjutnya karyawan mendapat kesempatan melalap materi pelatihan penataan barang sampai kepemimpinan.
Di samping itu, saban tahun Alfamart menggelar Operation National Training bagi sekitar 500 koordinator area di seluruh Indonesia. Untuk diketahui saja, satu koordinator area membawahkan 8-10 gerai. Materi Operation National Training adalah pelatihan dasar tentang bagaimana memimpin, mengarahkan, mengontrol dan mengawasi anak buah. Tak hanya itu, nyaris seluruh koordinator area juga diberi kesempatan mengikuti studi banding ke luar negeri. Tujuannya, melihat bagaimana sistem pengoperasian minimarket di luar negeri, misalnya di Thailand dan Jepang.
Biasanya karyawan yang ikut studi banding akan diminta mencari lima hal yang paling baik dalam pengelolaan toko di negara bersangkutan. Misalnya, di mancanegara, ternyata ada seorang karyawan bisa menangani semua tugas. Contohnya, sebuah mobil dinas hanya dibawa seorang karyawan yang merangkap untuk mengangkat atau menurunkan barang. Diharapkan setelah studi banding, mata para koordinator area menjadi lebih terbuka yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas Alfamart.

Sumber : Bursa Efek Indonesia

PENGARUH TERHADAP KONSUMEN
Untuk menciptakan kepuasan pelanggan suatu perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen yang dianggap paling penting yang disebut “The Big Eight factors“  yang secara umum dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut (Hannah and Karp, 1991). 
Faktor-faktor yang berhubungan dengan produk antara lain sebagai berikut.

(a) Kualitas produk.
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk Bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Keinginan dan
Kebutuhan Pelanggan32
Kualitas produk yaitu merupakan mutu dari semua komponenkomponen yang membentuk produk. Sehingga produk tersebut
mempunyai nilai tambah.
(b) Hubungan antara nilai dengan harga.
Hubungan antara nilai dengan harga merupakan  hubungan 
antara harga dan nilai  produk yang ditentukan oleh perbedaan
antara nilai yang diterima oleh pelanggan dengan harga yang
dibayar oleh pelanggan terhadap suatu produk yang dihasilkan
oleh badan usaha.
(c) Bentuk produk.
Bentuk produk merupakan komponen-komponen fisik dari suatu
produk yang menghasilkan suatu manfaat.
(d) Keandalan.
Keandalan merupakan kemampuan dari suatu perusahaan untuk
menghasilkan produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh
perusahaan


DAFTAR PUSTAKA
·         http://www.alfamartku.com
·         http://www.kompas.com
·         September 2013
Pengaruh Perkembangan Ritel Modern terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil
PI: Dr. Ir. Myra P. Gunawan, MT
·         11-09-2008
·         Potret Bisnis Ritail di Indonesia by Marina L Pandin
·         Thursday, October 22, 2009
·         Bisnis Ritel Modern Indonesia
·
·         Retno arieswanti hapsarini
·          
·